Wednesday, February 20, 2013

Mandar Kalung Kuning (Gallirallus philippensis) di Cagar Alam Teluk Adang


Mandar Kalung Kuning (Gallirallus philippensis) di Cagar Alam Teluk Adang

Tim monitoring burung Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur, pada kurun waktu bulan November 2012 telah mencatat dan mendokumentasikan perjumpaan dengan jenis burung Mandar Kalung Kuning atau yang lebih dikenal dengan nama ilmiah Gallirallus philippensis (Linnaeus,1776). Proses identifikasi sempat memerlukan waktu yang agak lama karena pada awalnya sempat terjadi kebingungan untuk mengidentifikasi jenis ini, dimana tim monitoring hanya mengandalkan buku Burung Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang disusun oleh John MacKinnon dan kawan-kawan (2010). Pada buku tersebut jenis ini hampir mirip dengan Mandar-padi Erasia (Rallus aquaticus) atau dengan Mandar-padi Sintar (Gallirallus striatus). Seperti tergambar di bawah ini, gambar paling kiri adalah foto burung yang diambil di lapangan oleh tim monitoring burung Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur, gambar (a) adalah gambar Mandar-padi Erasia (Rallus aquaticus) (MacKinnon et. al., 2010) dan gambar (b) adalah Mandar-padi Sintar (Gallirallus striatus) (MacKinnon et. al., 2010).

Akan tetapi identifikasi awal di lapangan ini pun belum meyakinkan bagi kami karena terdapat perbedaan mencolok mengenai pola coretan di bagian bawah yang sampai di leher, pola di sayap dan pola di bagian sekitar mata yang sampai di tepi paruh, warna kaki dan lain-lain. Akhirnya kami mencoba komunikasi online dengan beberapa penggiat konservasi burung untuk membantu identifikasi jenis ini. Kami mengunggah foto burung yang kami dapatkan di jaringan sosial Pengamat Burung Indonesia (PENGABDI) yaitu sebuah grup yang menjadi wadah bertukar informasi dan silaturahmi untuk semua Pengamat Burung yang ada di Indonesia. Grup ini merupakan hasil diskusi pengamat burung yang hadir pada acara Pekan Biodiversitas Indonesia pada tanggal 9-10 Juni 2012 di Yogyakarta. Atas bantuan rekan-rekan di grup tersebut akhirnya teridentifikasi bahwa jenis yang kami foto tersebut adalah Mandar Kalung Kuning (Gallirallus philippinensis) yang kebetulan tidak terdapat di buku Burung Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan yang disusun oleh John MacKinnon dan kawan-kawan (2010).
Berdasarkan daftar merah spesies terancam yang dikeluarkan oleh IUCN ver. 3.1 tahun 2012, Mandar Kalung Kuning atau yang dalam bahasa Inggris disebut Banded Land-Rail, Banded Rail, Buff-banded Rail, Sharpe's Rail termasuk dalam kategori Least Concern (LC; Berisiko Rendah). Least Concern  adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun. Informasi tambahan menyebutkan bahwa jenis ini mempunyai sebaran yang sangat luas. Range sebaran spesies ini meliputi wilayah Indomalaya, Australasia dan Oceania.

Meskipun memiliki sebaran yang luas, hal yang menarik tentang spesies ini di Indonesia adalah lebih banyak dilaporkan untuk bagian Indonesia Timur seperti wilayah Sulawesi, Maluku, Papua dan sekitarnya. Kajian sementara mengenai data-data pengamatan spesies ini di Kalimantan sangat terbatas dengan hanya 1 (satu) laporan perjumpaan di daerah Ketapang, Kalimantan Barat. Sementara untuk sebaran di wilayah Kalimantan Timur belum didapatkan kajian dan informasinya. Semoga laporan perjumpaan dan dokumentasi Mandar Kalung Kuning di Cagar Alam Teluk Adang dari tim monitoring burung Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur ini menjadi tambahan wawasan mengenai studi burung-burung di Indonesia.Tetap semangat, Selamatkan Cagar Alam Teluk Adang (bersambung) (Danang Anggoro/SKW III/ 1977062001121002)



 

Pemotongan Buaya Muara Hasil Penangkaran



Pemotongan Buaya Muara (Crocodylus porosus) 
Hasil Penangkaran di Balikpapan


Pada bulan Januari 2013, salah satu perusahaan penangkar buaya di Kalimantan Timur yang berada di kota Balikpapan yaitu CV. Surya Raya melaksanakan kegiatan pemotongan buaya. Kegiatan pemotongan buaya dilaksanakan setelah melalui berbagai tahapan atau prosedur, yaitu : pengajuan permohonan  ijin pemotongan kepada Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Timur (BKSDA) sebagai instansi yang berwenang, kemudian dilakukan pengecekan stok buaya dan hasil pengecekan dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Stok Buaya. BAP Stok akan menjadi dasar keluarnya Surat Ijin Pemotongan buaya yang berisi tentang jatah pemotongan dan berlaku selama 3 (tiga) bulan, jika dalam jangka waktu 3 bulan jatah pemotongan belum terpenuhi dan masih ingin melanjutkan pemotongan, maka perusahaan harus mengurus perpanjangan ijin pemotongan, barulah perusahaan dapat melaksanakan kegiatan pemotongan lagi.
Pelaksanaan pemotongan buaya di CV. Surya Raya ini dilakukan berdasarkan Surat Ijin Pemotongan yang dikeluarkan dari BKSDA Kaltim nomor : SI.4726/BKSDA-1.4/2012 tanggal 27 Desember 2013. Dalam ijin pemotongan tersebut perusahaan mendapatkan jatah potong sebanyak 110 ekor buaya jenis buaya muara (Crocodylus porosus). Pelaksanaan pemotongan diawasi oleh petugas dari Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur yang berada di Balikpapan. Pengawasan pemotongan buaya dilaksanakan berdasarkan surat pemberitahuan pemotongan buaya an. CV. Surya Raya nomor : 005/SR-SW/I/2013 tanggal 28 Januari 2013.
Dalam pengawasan pemotongan dapat diamati bahwa kemampuan pemotongan dalam sehari sangat terbatas. Selain disebabkan keterbatasan tenaga pemotong yang dimiliki CV Surya Raya, juga diakibatkan setelah pemotongan, kulit buaya yang telah disterilkan hanya dapat bertahan selama 3 hari, lewat dari 3 hari kulit akan menjadi sangat rentan terhadap kerusakan yang disebabkan serangan bakteri. Sementara itu, peralatan pengolahan kulit buaya hanya ada diluar kota, sehingga waktu pemotongan juga harus memperhitungkan waktu dan rencana pengiriman ketempat pengolahan kulit. Pada saat pengawasan, jumlah buaya yang dipotong hanya sebanyak 8 (delapan) ekor dan masih sebagai sampel. 
Proses pemotongan diawali dengan mempersiapkan buaya-buaya yang akan dipotong. Buaya yang akan dipotong dipisahkan dan setiap ekor ditempatkan dalam 1 bak yang berbeda, guna menghindari perkelahian yang bisa menyebabkan kerusakan atau cacat pada kulit buaya. Setelah dipisahkan masing-masing buaya dibilas atau dicuci dengan air bersih. Kemudian tempat pemotongan juga dipersiapkan, yaitu dengan mencuci atau menyiram dengan cairan pembersih anti bakteri. Peralatan memotong juga dicuci bersih dengan cairan anti bakteri.

Setelah semua siap, barulah buaya diangkat ketempat pemotongan dengan terlebih dahulu mengikat moncong buaya. Pemotongan seekor buaya membutuhkan tenaga 3 sampai 4 orang dewasa. Pemotongan dimulai dengan penusukan dibagian belakang kepala, kemudian menarik sumsum belakang buaya. Buaya yang telah mati harus segera disiram dan diletakkan sejauh mungkin dari darah, karena bakteri yang merusak kulit buaya hidup didalam darah. Setelah itu barulah dilakukan pengulitan. Sesuai dengan aturan internasional, pengulitan dimulai pada alur kulit baris ketiga di bahu buaya. Setelah dikupas kulit disimpan dalam suhu ruangan sambil menunggu proses pengiriman ke tempat pengolahannya diluar kota. 
Pengolahan kulit buaya mentah belum dapat dilakukan di Balikpapan. Sehingga kulit yang masih mentah kadang hanya diawetkan melalui proses penggaraman, untuk kemudian dikirimkan ke penyamakan kulit yang berada di Jawa. Kulit mentah yang telah disamak pun sebagian besar belum diproses menjadi barang jadi di dalam negeri sendiri. Untuk mendapatkan produk jadi atau siap pakai, bahan kulit masih harus dikirim keluar negri. Untuk kulit buaya, bagian bawah (dada dan perut) di manfaatkan untuk bahan baku pembuatan tas, sepatu, dompet dan lain-lain. Sedangkan bagiatan atas (punggung) sebagai bahan baku pembuatan sabuk (ikat pinggang). Semoga suatu saat, dapat terwujud pengelolaan yang lebih menyeluruh sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar untuk pemanfaatan kekayaan alam dari bumi Indonesia. (Posda Greyssa Sitompul/PEH Pelaksana/198310072001122001, diedit oleh Danang Anggoro)