Wednesday, February 20, 2013

Pemotongan Buaya Muara Hasil Penangkaran



Pemotongan Buaya Muara (Crocodylus porosus) 
Hasil Penangkaran di Balikpapan


Pada bulan Januari 2013, salah satu perusahaan penangkar buaya di Kalimantan Timur yang berada di kota Balikpapan yaitu CV. Surya Raya melaksanakan kegiatan pemotongan buaya. Kegiatan pemotongan buaya dilaksanakan setelah melalui berbagai tahapan atau prosedur, yaitu : pengajuan permohonan  ijin pemotongan kepada Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Timur (BKSDA) sebagai instansi yang berwenang, kemudian dilakukan pengecekan stok buaya dan hasil pengecekan dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan Stok Buaya. BAP Stok akan menjadi dasar keluarnya Surat Ijin Pemotongan buaya yang berisi tentang jatah pemotongan dan berlaku selama 3 (tiga) bulan, jika dalam jangka waktu 3 bulan jatah pemotongan belum terpenuhi dan masih ingin melanjutkan pemotongan, maka perusahaan harus mengurus perpanjangan ijin pemotongan, barulah perusahaan dapat melaksanakan kegiatan pemotongan lagi.
Pelaksanaan pemotongan buaya di CV. Surya Raya ini dilakukan berdasarkan Surat Ijin Pemotongan yang dikeluarkan dari BKSDA Kaltim nomor : SI.4726/BKSDA-1.4/2012 tanggal 27 Desember 2013. Dalam ijin pemotongan tersebut perusahaan mendapatkan jatah potong sebanyak 110 ekor buaya jenis buaya muara (Crocodylus porosus). Pelaksanaan pemotongan diawasi oleh petugas dari Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Kalimantan Timur yang berada di Balikpapan. Pengawasan pemotongan buaya dilaksanakan berdasarkan surat pemberitahuan pemotongan buaya an. CV. Surya Raya nomor : 005/SR-SW/I/2013 tanggal 28 Januari 2013.
Dalam pengawasan pemotongan dapat diamati bahwa kemampuan pemotongan dalam sehari sangat terbatas. Selain disebabkan keterbatasan tenaga pemotong yang dimiliki CV Surya Raya, juga diakibatkan setelah pemotongan, kulit buaya yang telah disterilkan hanya dapat bertahan selama 3 hari, lewat dari 3 hari kulit akan menjadi sangat rentan terhadap kerusakan yang disebabkan serangan bakteri. Sementara itu, peralatan pengolahan kulit buaya hanya ada diluar kota, sehingga waktu pemotongan juga harus memperhitungkan waktu dan rencana pengiriman ketempat pengolahan kulit. Pada saat pengawasan, jumlah buaya yang dipotong hanya sebanyak 8 (delapan) ekor dan masih sebagai sampel. 
Proses pemotongan diawali dengan mempersiapkan buaya-buaya yang akan dipotong. Buaya yang akan dipotong dipisahkan dan setiap ekor ditempatkan dalam 1 bak yang berbeda, guna menghindari perkelahian yang bisa menyebabkan kerusakan atau cacat pada kulit buaya. Setelah dipisahkan masing-masing buaya dibilas atau dicuci dengan air bersih. Kemudian tempat pemotongan juga dipersiapkan, yaitu dengan mencuci atau menyiram dengan cairan pembersih anti bakteri. Peralatan memotong juga dicuci bersih dengan cairan anti bakteri.

Setelah semua siap, barulah buaya diangkat ketempat pemotongan dengan terlebih dahulu mengikat moncong buaya. Pemotongan seekor buaya membutuhkan tenaga 3 sampai 4 orang dewasa. Pemotongan dimulai dengan penusukan dibagian belakang kepala, kemudian menarik sumsum belakang buaya. Buaya yang telah mati harus segera disiram dan diletakkan sejauh mungkin dari darah, karena bakteri yang merusak kulit buaya hidup didalam darah. Setelah itu barulah dilakukan pengulitan. Sesuai dengan aturan internasional, pengulitan dimulai pada alur kulit baris ketiga di bahu buaya. Setelah dikupas kulit disimpan dalam suhu ruangan sambil menunggu proses pengiriman ke tempat pengolahannya diluar kota. 
Pengolahan kulit buaya mentah belum dapat dilakukan di Balikpapan. Sehingga kulit yang masih mentah kadang hanya diawetkan melalui proses penggaraman, untuk kemudian dikirimkan ke penyamakan kulit yang berada di Jawa. Kulit mentah yang telah disamak pun sebagian besar belum diproses menjadi barang jadi di dalam negeri sendiri. Untuk mendapatkan produk jadi atau siap pakai, bahan kulit masih harus dikirim keluar negri. Untuk kulit buaya, bagian bawah (dada dan perut) di manfaatkan untuk bahan baku pembuatan tas, sepatu, dompet dan lain-lain. Sedangkan bagiatan atas (punggung) sebagai bahan baku pembuatan sabuk (ikat pinggang). Semoga suatu saat, dapat terwujud pengelolaan yang lebih menyeluruh sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar untuk pemanfaatan kekayaan alam dari bumi Indonesia. (Posda Greyssa Sitompul/PEH Pelaksana/198310072001122001, diedit oleh Danang Anggoro)

No comments:

Post a Comment